Di zaman sekarang, minat,
apresiasi, perhatian, dan tingkat penghargaan menulis sangat rendah di
masyarakat. Rendahnya apresiasi masyarakat itu di sebabkan oleh berbagai hal
antara lain kurangnya minat menulis dan belum ditemukanya metode yang pas untuk
pembinaan menulis.
Mahasiswa yang mestinya identik dengan aktivitas membaca dan
menulis. Justru kompetensi kearah sana sangat rendah, Kompetensi adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang yang kemudian menjadikannya unggul dalam
bidang tertentu dan sangat siap untuk bersaing. Kompetensi yang saya soroti
dalam tulisan ini adalah kompetensi menulis yang belum menjadi budaya di
kalangan mahasiswa. Bahwa kompetensi menulis di kalangan mahasiswa sampai saat
ini masih sangat memprihatinkan.
Khususnya di kalangan IAIN Walisongo Semarang.
Khususnya di kalangan IAIN Walisongo Semarang.
Diakui atau tidak, kritikan tersebut memang benar adanya dan patut
kita renungkan untuk menemukan akar permasalahannya. Kita tidak perlu membuat
indikator terlalu banyak. Cobalah amati rekan-rekan mahasiswa di sekeliling
kita. Berapa banyak di antara mereka yang membuat tulisan-tulisan, yang
kemudian muncul di media cetak. Cobalah amati berapa banyak dari mereka yang membaca
surat kabar ? Hitunglah berapa banyak artikel yang ditulis oleh para mahasiswa.
Pasti jarang sekali, bukan?
Benarkah mahasiswa tidak mampu menulis atau tidak terbiasa menulis?
Jawabannya pasti bermacam ragam. Namun dalam kenyataannya, memang sangat
sedikit yang menulis. Jangankan untuk
menulis di media massa, jurnal atau yang lainnya, untuk membuat karya tulis
paling-paling hanya sebatas makalah, itupun jika bukan karena tugas dari dosen
mungkin mereka tidak akan membuatnya. Ironisnya lagi, untuk membuat makalah
saja banyak yang angkat tangan, dan kadang hanya mencari mudahnya saja dengan
mencari di internet, Kondisi seperti ini tentu merupakan sesuatu yang
memprihatinkan bagi kita.
Untuk mengembangkan diri ada berbagai cara, yang salah satunya
dapat dilakukan dengan membuat karya tulis ilmiah. Menulis karya tulis sendiri,
adalah sebuah upaya pengembangan diri mahasiswa dalam mengekspresikan diri.
Namun sekali lagi, budaya menulis di kalangan mahasiswa itu sangat rendah.
Idealnya, seorang mahasiswa harus mau dan pintar menulis.
Mahasiswa sebagai subjek pendidikan tentu harus memiliki potensi menulis yang sangat besar. Sebenarnya kita memiliki segudang bahan berupa pengalaman
pribadi dan kita bisa menulis tentang
indahnya menjadi mahasiswa, atau bisa juga menuliskan soal duka cita menjadi mahasiswa.
Bisa pula memaparkan tentang sisi-sisi kehidupan mahasiswa dan sebagainya.
Selama ini banyak orang menjadikan mahasiswa sebagai bahan perbincangan,
sebagai bahan tulisan. Berbagai sorotan dan kritik dilemparkan orang dalam
tulisan mengenai profesi mahasiswa yang semakin marginal ini.
Banyak kendala yang mengahadang aktivitas menulis di kalangan mahasiswa.
Pertama, dari sisi mahasiswa, mereka banyak yang tidak mempunyai budaya membaca
yang baik. Mereka umumnya miskin bahan bacaan atau referensi. Ada ungkapan yang
mengatakan, penulis yang baik berawal dari pembaca yang baik. Coba saja amati
di sekeliling anda. Berapa banyak teman kita yang sering pergi ke perpustakaan
kampus, berapa banyak dari mereka yang setiap harinya membaca koran dari pada
novel, pertanyaan tersebut dapat mencerminkan apakah mahasiswa mempunyai budaya
membaca yang baik atau sebaliknya.
Kedua, motivasi yang rendah di kalangan mahasiswa untuk menulis.
Tidak sedikit mahasiswa yang walapun telah banyak memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang luas, namun enggan untuk menulis.
Kendala ketiga, mahasiswa yang miskin gagasan.. Andaikan
artikel-artikel, opini dan celoteh mahasiswa banyak mengisi lembaran surat
kabar dan majalah. Namun, mengapa tidak banyak mahasiswa yang mau menulis.
Kurangnya gagasan dalam menulis membuat mahasiswa tidak tahu apa yang akan
ditulis. Bahkan untuk memulai menulis kata pertama dalam karangannya sering
membuatnya berkali-kali membuang kertas akibat salah memilih kata.
Keempat, kurangnya keberanian dalam menulis
Di IAIN Walisongo pun tidak berbeda jauh
keadaan mahasiswanya, budaya menulis masih sangat rendah, padahal sudah
terdapat berbagai UKM-UKM yang orientasinya ke arah menulis, entah itu intra
ataupun ekstra. Contohnya di institute
ada yang namanya Amanat, dan di tingkat fakultas tarbiyah
ada Edukasi, fakultas syariah ada Justisia. Tapi jarang sekali dari
mereka yang memanfaatkan sarana itu.
Untuk menulis sebenarnya tidak sulit, kita
hanya butuh membuka pikiran kita, tuangkan apa yang ada dalam otak kita,
semuanya curahkan ke dalam tulisan, kalau kata Bapak Rikza” ketika menulis
itu kita harus mengalir”. dengan demikian ketika kita sudah terbiasa menulis, maka kita tidak
akan bingung lagi mengeluarkan uneg-uneg ataupun gagasan yang ada didalam pikiran kita kedalam bentuk
tulisan. Dan masalah kesesuaian kalimat, pilihan kata, akan membaik dengan sendirinya
ketika kita sudah terbiasa.
Menulis tulisan ilmiah memang membutuhkan
energi lebih besar daripada menulis di blog, karena dalam penulisan karya
ilmiah kita dituntut pertanggung jawaban atas tulisan kita atau dengan kata lain harus ada referensi, apalagi
menulis komentar di facebook. Oleh karenanya perlu latihan dan pengasahan. Jangan segan-segan
meminta orang lain untuk membaca tulisan kita, bukan saja orang yang sebidang
dengan kita, tetapi sesekali orang awam perlu membacanya.
Mengenai budaya menulis di IAIN Walisongo
Semarang itu sendiri, dari hasil wawancara dengan saudara Lehan, anggota dari
unit kegiatan mahasiswa Edukasi, dia mengungkapkan bahwa budaya menulis di IAIN
Walisongo memang rendah, itu dapat di buktikan dari berbagai artikel yang dimuat
dalam jurnal Edukasi, itu sangat sedikit atau hampir tidak ada sumbangan
tulisan dari mahsiswa selain anggota Edukasi itu sendiri. Dan yang memprihatinkan lagi setelah jurnal dari Edukasi itu
terbit, sangat jarang ada mahasiswa yang membaca hasil karya itu.
Dan
untuk mengembangkan budaya menulis, memang itu harus lahir dari diri
masing-masing, tetapi kiranya perlu
diadakan berbagai pelatihan- pelatihan jurnalistik, kemudian lomba-lomba yang
berbau manulis yang dapat menarik minat mereka, misalnya membuat artikel,
makalah, cerpen atau yang lainya, dan yang tidak kalah penting adalah acara
yang mengandung motivasi-motivasi untuk membudayakan menulis. Semua itu perlu diadakan untuk menunjang dan mengembangkan budaya
menulis.
By: M Agus salim
Fakultas tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
Pendidikan Bahasa Arab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar